DRAF
Tabel 1. Alat dan Bahan
π r2 L
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tanjung Martha Alfons merupakan tanjung yang
terletak di Teluk Ambon, Pulau Ambon, Provinsi Maluku yang merupakan wilayah
perairan dengan potensi sumberdaya perairan yang cukup besar untuk
dikembangkan, perairan teluk ambon selain digunakan sebagai jalar lalu lintas
kapal-kapal kecil, juga merupakan areal penangkapan potensi ikan. Akan tetapi
sejalan dengan meningkatnya dinamika perkembangan dan pembangunan yang terjadi
disekitar perairan Teluk Ambon, perairan ini mendapat tekanan aktifitas
masyarakat seperti limbah rumahtangga, buangan minyak dari speed boad, sampah
pasar, dan run off dari daratan yang tentunya mempengaruhi kondisi kesuburan
perairan serta parameter hidrologi di Teluk Ambon.
Salah satu sumberdaya laut yang
mempunyai peranan penting dalam meningkatkan produktifitas perairan laut adalah
organisme plankton khususnya fitoplankton merupakan produser primer utama dan
sebagai dasar dari rantai makanan di laut, dengan demikian banyak sedikitnya
fitoplankton dapat menjadi indikator kesuburan suatu perairan. Selain itu Jenis-jenis
pankton yang baik untuk dikomsumsi organisme lainnya yang terdapat disuatu
perairan juga dapat dikembangkan menjadi areal budidaya dan penangkapan ikan-ikan.
Fitoplankton dapat ditemukan diseluruh
perairan mulai dari permukaan sampai pada kedalaman dimana intensitas cahaya
matahari masih memungkinkan terjadinya fotosintesa, besarnya dimensi ruang zona
eufotik yang menjadi habitat fitiplankton menyebabkan organisme ini berfungsi
sebagai tumbuhan yang paling penting didalam ekosistem di laut (Lalli and
Parsons, 1997). Di laut 90% fotosintesis dilakukan oleh fitoplankton dan 10%
oleh makro alga bentik.
Penelitian tentang komposisi jenis dan
kelimpahan fitoplankton di perairan Teluk Ambon sudah banyak dilakukan dari
tahun ketahun dan sudah bayak juga yang dipublikasikan, komposisi taksonoi
fitoplankton pada kolom air tertentu bervariasi sepanjang waktu, dimana disuatu
taksa secara temporer sangat banyak bahkan melimpah pada peristiwa red tide dan HABs. Penelitian tentang fitoplankton di Teluk Ambon tidak terbatas
makadari itu penting untuk mempelajari komposisi dan kelimpahan fitoplankton
yang merupakan produser primer dan merupakan organisme penentu kualitas
kesuburan perairan.
1.2 Tujuan Praktikum
a.
Menerapkan dan
mengetahui cara sampling vertikal dan horizontal plankton khususnya
fitoplankton
b.
Mengidentifikasi
jenis dan keragaman fitoplankton
c.
Menghitung
kelimpahan jenis dan keragaman fitoplankton secara horizontal dan vertikal
1.3
Manfaat Praktikum
a.
Mengetahui cara
sampling pankton dengan baik dan benar
b.
Mengetahui cara
mengidentifikasi dengan benar
c.
Mengetahui cara
menghitung kelimpahan jenis fitoplankton
d.
Mengetahui distribusi
vertikal dan horizontal fitoplankton
e.
Mengetahui
kualitas kesuburan perairan
BAB II
METODE PRAKTIKUM
2.1. Alat dan Bahan
Di lapangan
|
||
No
|
Alat Dan Bahan
|
Kegunaan
|
1
|
GPS
|
Menentukan titik kordinat lokasi
|
2
|
Net Plankton (D = 30 cm)
|
Menangkap dan mengumpulkan sampel Plankton
|
3
|
Secchi disk
|
Mengukur Kecerahan dan Kualitas Air
|
4
|
Termometer suhu
|
Mengukur suhu air laut dan udara
|
5
|
Refraktor meter
|
Mengukur salinitas
|
6
|
Tali & pemberat
|
Mengikat dan menarik plankton net dan Secchi disk
|
7
|
Kantung & botol sampel
|
Tempat sampel tersaring
|
8
|
Gayung & ember
|
Membilas plankton net
|
9
|
Speed boat
|
Sebagai Kendaraan kelokasi stasiun
|
10
|
Stopwatch
|
Menghitung lama waktu penarikan
|
Di
laboratorium
|
||
No
|
Alat Dan Bahan
|
Kegunaan
|
1
|
Microskop & sedgwich raffer
|
Menentukan dan melihat keragaman jenis fitoplankton
|
2
|
Formalin 10%
|
Mengawetkan sampel
|
3
|
Tabung ukuran & botol sampel
|
Mengukur volume sampel endapan
|
4
|
Sampel endapan fitoplankton
|
Sebagai sampel untuk diidentifikasi
|
5
|
Buku identifikasi fitoplankton
|
Untuk menentukan dan memberi nama dari sampel
|
6
|
Pipet tetes
|
Untuk mengambil sampel dari tabung beberapa ml
|
Tabel 1. Alat dan Bahan
2.2. Sampling
Lapangan
Penelitian
dilakukan pada pagi hari pukul 08.30 WIT dengan menggunakan speed boad setelah
perlengkapan telah lengkap, dimana dilakukan dua metode pengambilan sampel
horizontal dan vertikal. Pada saat metode pengambilan sampel horizontal jaring
plankton diturunkan beberapa centi dipermukaan perairan kemudian ditarik dengan
kecepatan 3 knot dalam waktu 3 menit kemudian diangkat, dibilas sebanyak tiga
kali, dan kemudian pindahkan dari buket kedalam kantung plastik (Lampiran 1).
Dan untuk metode pengambilan sampel secara vertikal, jaring plankton diturunkan
pada kedalam 15 meter kemudian ditarik keatas secara perlahan kemudian
diangkat, dibilas sebanyak tiga kali, dan kemudian pindahkan dari buket kedalam
kantung plastik (Lampiran 2), setelah itu diberi label pada masing masing
sampel untuk menghindari kekeliruan pada identifikasi selanjutnya. Selain itu,
pengambilan sampel juga mengukukur beberapa parameter seperti suhu udara 28˚C,
suhu permukaan laut 30˚C, salinitas 30 PSU, dan kecerahan 6 meter menggunakan
masing-masing alat dengan metode yang berbeda (Lampiran 3).
2.3. Metode Analisa Lab
Di
laboratorium, sampel yang diperoleh diberikan formalin sebanyak 10% yang
kemudian diendapkan selama 24 jam untuk mengukur volume endapannya (Lampiran
4). Identifikasi fitoplankton dilakukan menggunakan beberapa alat dan dengan
metode yang benar serta proses pengidentifikasi didasarkan pada buku petunjuk
identifikasi fitoplankton. Dalam mengidentifikasi fitoplankton sampel yang
digunakan yaitu 1 ml volume dari endapan, kemudian dilihat dan dianalisa menggunakan
microskop, keragaman jenis yang telah dianalisa kemudian dicatat dan diberikan
penamaan berdasarkan bentuk dan ciri tubuhnya (lampiran 4).
2.4. Metode Analisa Data
Volume air tersaring dihitung menggunakan persamaan
:
Dimana : V = Volume air tersaring (m3)
Π = konstanta 3,14 atau 22/7
r = Jari-jari (m)
L = Jarak yang ditempuh oleh jaring (m)
Kelimpahan
fitoplankton dihitung dengan mengunakan persamaan menurut Perry (2003) yang
dimodifikasi menjadi :
Dimana : B = Kelimpahan sel fitoplankton (sel/meter3)
np = Jumlah sel fitoplankton yang telah dianalisa
nv = Volume air pengenceran yang telah diendapkan
V = Volume air tersaring (m3)
BAB III
HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1. Deskripsi
Lokasi
Lokasi penelitian pada kawasan Tanjung Martha Alfons
di Teluk Ambon Bagian Dalam, Pulau Ambon, Maluku. Secara topografi Tanjung Martha Alfons
memiliki bentuk pantai yang landai seperti jurang dengan kedalaman + 15
m, Tanjung Martha Alfons juga terletak
berdekatan dengan ambang Teluk Ambon Bagian Dalam dan Teluk Ambon Bagian Luar
yang dipisahkan oleh Jembatan Merah Putih. Secara geografis lokasi pengambilan
sampel pada metode horizontal berada diantara S030 39’ 40,1” E 1280 12’04,3” sampai S 030 39
31,5” E 1280 11’ 59,7” dan untuk metode pengambilan sampel secara
vertikal berada diantara S030 39’ 43,4” E 1280 11’50,0” sampai S.030 39’ 44,91” E 1280 11’46,5”. Pengambian sampel
dilakukan pada pagi hari pukul 08.30 WIT Cuaca cerah
dan gelombang yang cukup kecil.
3.2. Parameter
Hidrologi
a. Suhu
Suhu
merupakan suatu faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan pertumbuhan dan keragaman
dari plankton, suhu air laut pada saat penganbilan sampel untuk metode
horizontal dan vertikal adalah 300C dikarenakan juga pengambilan
sampel pada pagi hari. Suhu diatas merupakan suhu yang cukup ideal bagi pankton.
b. Salinitas
Salinitas diketahui juga merupakan
faktor yang mempengaruhi kehidupan dari plankton dalam penyesuaian densitas
mulai dari daya apung dan daya tenggelam untuk kegiatan MVH. Nilai salinitas
air laut pada saat dilakukannya sampling dengan metode horizontal maupun
vertikal adalah 30 PSU, yang tergolong dalam nilai salinitas yang cukup baik
bagi plankton.
c. Kecerahan
Kecerahan
air laut berkaitan dengan kemampuan penetrasi cahaya matahari dan
molekul-molekul yang tersusun dilapisan badan air. Sinar matahari merupakan
faktor pembatas yang sangat penting kehidupan plankton karena banyak plankton
yang habitat hidupnya tergantung pada cahaya untuk makan dan untuk bersembunyi,
sebagai contoh pada plankton yang melakukan kegiatan migrasi vertikal harian
selama 24 jam. Pada saat pengukuran nilai kecerahan yang didapat adalah pada
kedalaman 6 m. Nilai tersebut menunjukan kualitas kecerahan air yang cukup
ideal.
3.4. Komposisi
Fitoplankton
Kompoposisi Jenis
Fitoplankton Pada Sampling Horizontal
|
||||||
No
|
Filum
|
Kelas
|
Ordo
|
Family
|
Genus
|
Jumlah
|
1
|
Chrysophyta
|
Chaetoceros
|
135
|
|||
2
|
Ceratium
|
24
|
||||
3
|
Bacillariophyta
|
Rizosolenia
|
14
|
|||
4
|
Bakteriastrum
|
37
|
||||
5
|
Peridiniales
|
Peridinium
|
1
|
|||
6
|
Pseudo-ritzschia
|
1
|
||||
7
|
Nitzschia
|
2
|
||||
8
|
Coscinodiscophyceae
|
Coscinodiscus
|
2
|
|||
9
|
Thalassiosira
|
1
|
||||
10
|
Prorocentrum
|
1
|
Tabel 2. Komposisi Fitoplankton Pada Sampling Horizontal
Kompoposisi Jenis Fitoplankton Pada Sampling
Vertikal
|
||||||
No
|
Filum
|
Kelas
|
Ordo
|
Family
|
Genus
|
Jumlah
|
1
|
Chrysophyta
|
Chaetoceros
|
182
|
|||
2
|
Ceratium
|
10
|
||||
3
|
Bacillariophyta
|
Thalassionema
|
265
|
|||
4
|
Miozoa
|
Dinophyceae
|
Dinophysiales
|
Dinophysiaceae
|
Dinophyscis
|
2
|
5
|
Bakteriastrum
|
31
|
||||
6
|
Dytilum
|
1
|
||||
7
|
Trichodesmium
|
1
|
||||
8
|
Prorocentrum
|
1
|
||||
9
|
9
|
|||||
10
|
Navicula
|
3
|
||||
11
|
Bacillariophyta
|
Rizosolenia
|
19
|
|||
12
|
Thalassiosira
|
1
|
||||
13
|
2
|
|||||
14
|
Pleurosigma
|
3
|
||||
15
|
3
|
Tabel 3. Komposisi Fitoplankton Pada Sampling
Vertikal
Berdasarkan
hasil analisa komposisi fitoplankton yang diperoleh pada kedua sampel
horizontal maupun vertikal, maka terlihat 3 kelas, 8 ordo, 8 family dan 10 genus pada sampel horizontal serta 6 kelas, 11
ordo, 14 family dan 15 genus pada sampel vertikal. Pada sampel horizontal maupun sampel vertikal fitoplankton lebih didominasi dari kelas
Bacillariophyceae yang merupakan kelompok dari (Diatom).
Parsons
et al, (1984) mengemukakan bahwa umumnya Bacillariophyceae
mendominasi seluruh perairan dunia, kondisi ini juga deipengaruhi oleh
kemampuan reproduksi dari Bacillariophyceae
yang lebih besar dibanding dengan kelompok fitoplankton yang lain. Misalnya
pada saat terjadi peningkatan zat hara Bacillariophyceae
dapat melakukan pembelahan sebanyak 5-6 kali dalam 24 jam sedangkan
dinoflagelata hanya mampu melakukan 1 kali dalam 24 jam. Dengan demikian Bacillariophyceae memanfaatkan zat hara
lebih banyak dibanding dengan kelas lainnya.
Fachrul, M.F,.
H Haeruman, L.C. Sitepu, 2005. Komunitas Fitoplankton Sebagai
Indikator
Perairan Telu Jakarta, Seminar Nasional MIFA, UI, Depok
Erubun I, 2003.
Komposisi Dan Kepadatan Fitoplankton Di Perairan Teluk Ambon, Skripsi FPIK, 46
hal
Erubun I, 2003.
Komposisi Dan Kepadatan Fitoplankton Di Perairan Teluk Ambon, Skripsi FPIK, 46
hal
Boogis, p. 1975
Marine Plankton Ecology North Holland Publishing Company Amsterdam, 297 p.
Dwiono, S.A.P.
dan D.I. Rahayu. 1984. Studi Pendahuluan Fitoplankton Di Teluk Ambon Bagian
Dalam, Oceanografi Di Indonesia 18 : 55-61
No comments:
Post a Comment
Tuliskan masukan anda